Kamis, 10 Mei 2012

Transfer dan Motivasi Belajar


BAB 1
PENDAHULUAN
  
A.   Latar Belakang Masalah

Transfer belajar terjadi apabila seseorang dapat menerapkan sebagian atau semua kecakapan-kecakapan yang telah dipelajari ke dalam situasi lain yang tertentu. Beberapa contoh sebagai penjelasan seseorang yang telah dapat menguasai bahasa belanda umpamanya, ia akan lebih mudah dan cepat mempelajari bahasa jerman. Kecakapan dan pengetahuan tentang gramatika dan idiom serta susunan kata-kata dalam bahasa belanda memudahkan orang itu untuk mempelajari bahasa jerman.
Demikianlah kita dapat mengatakan transfer belajar, apabila yang telah kita pelajari dapat dipergunakan untuk mempelajari yang lain. Biasanya transfer ini terjadi karena adanya persamaan sifat antara yang lama dengan yang baru, meskipun tidak benar-benar sama.
Selain transfer belajar dalam pendidikan juga diperlukan motivasi belajar. Guru-guru sangat menyadari pentingnya motivasi di dalam membimbing belajar murid. Berbagai macam teknik misalnya, kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah dippergunakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Ada kalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat.
This file Presente by:

1.        Firok Atul Akyun         (210910019)

2.        Roudhotul Jannah         (210910020)

3.        Wahid Amiruddin           (210910021)

Monggo dilanjutt....>>>>



Begitu pentingnya kesadaran tentang pentingnya motivasi bagi perubahan tingkah laku manusia telah dimiliki baik oleh para pendidik, para orang tua murid maupun masyarakat

B.   Rumusan Masalah
1.     Transfer Belajar
a.       Apa pengertian transfer belajar?
b.      Apa saja macam-macam dari transfer belajar?
c.       Apa yang menyebabkan terjadinya transfer positif dalam belajar?
d.      Apa teriori-teori dari transfer belajar?
e.       Apa faktor yang mempengaruhi transfer belajar?
2.     Motivasi Belajar
a.       Apa pengertian motivasi?
b.      Apa saja macam-macam dari motivasi?
c.       Apa saja prinsip-prinsip dalam mendesain motivasi?
d.      Apa saja teori-teori dalam motivasi?
e.       Apa tujuan dari motivasi?
f.        Apa saran bagi pengembangan motivasi dalam pendidikan?                                    






















BAB 11
PEMBAHASAN

A.   Transfer Belajar
1.      Pengertian Transfer Belajar
Menurut L. D. CR-row and A. Crow:
“ The carry-over of thingking, feeling, or working, of knowledge of skills, from one learning area to another usually is referred to as the transfer of training.”
(Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar ke keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/belajar).
Pemindahan hasil belajar itu sebenarnya bisa terjadi dari mata pelajaran satu ke mata pelajaran yang lain atau kehidupan nyata di luar sekolah.[1]
Menurut Theory of identical element yang dikembangkan oleh E. L., Thorndike (lihat teori belajarnya dalam halaman 103), transfer positif biasanya terjadi bila ada kesamaan elemen antara materi yang lama dengan materi yang baru. Contoh: seorang siswa yang telah menguasai matematika akan mudah mempelajari statistika. Contoh lain yang lebih gambling ialah kepandaian mengendarai sepeda membuat orang mudah mempelajari sepeda motor.[2]

2.      Macam-macam Transref Belajar
a.       Transfer Positif
Transfer positif adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif dapat terjadi dalam diri seseorang siswa apabila guru membantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah siswa tersebut belajar dalam situasi-situasi lainnya. Dalam hal ini, transfer positif menurut Barlow (1985) adalah learning in one situation helpful in other situations, yakni belajar dalam suatu situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain.[3]
Transfer positif jika hasil belajar dalam satu mata pelajaran tertentu membantu terhadap mata pelajaransituasi yang lain.[4]
b.      Transfer Negatif
Transfer negative adalah transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negative dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memilki pengaruh merusak terhadap keterampilan atau pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya. Pengertian ini diambil dari Educational Paycology: The Teaching-Learning Process oleh Daniel Lenox Barlow (1985) yang menyatakan bahwa transfer negative itu berarti, Learning in one situation has a damaging effect in other situations.
Dengan demikian, pengaruh keterampilan atau pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sendiri tak ada hubungannya dengan kesulitan keterampilan lainnya. Jadi, kesulitan belajar mengetik sepuluh jari seperti yang dicontohkan di atas belum tentu disebabkan oleh kebiasaan mengetik dua jari yang sebelumnya sudah dikuasai. Menghadapi kemungkinan terjadi transfer negative itu, yang penting bagi guru ialah menyadari dan sekaligus menghindarkan para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras akan berpengaruh negative terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan datang.[5]
Apabila hasil belajar dalam suatu bidang studi mengganggu, memperlambat atau mempersulit bidang studi lain itu dikatakan transfer negatif.[6]

c.       Transfer Vertikal
Transfer Vertikal adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi. Transfer vertical (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya, seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu menduduki kelas 2 akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia menduduki kelas 3. Sehubungan dengan hal ini, penguasaan materi pelajaran kelas 2 merupakan prerequisite (prasarat) untuk mempelajari materi pelajaran kelas 3.
Agar memperoleh transfer vertical guru sangat dianjurkan untuk menjelaskan kepada para siswa secara eksplisit mengenai faidah materi yang sedang diajarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya yang lebih kompleks. Upaya ini penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan yang benar mengapa ia harus mempelajari materi yang sedang diajarkan oleh gurunya itu (antara lain untuk transfer vertical), mungkin ia tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk mempelajari materi lainnya yang lebih rumit. Padahal, learning in one situatin allows mastery of more complex skills in other situations(Barlow, 1985) yang berarti bahwa belajar dalam suatu situasi memungkinkan siswa menguasai keterampilan-keterampilan yang lebih rumit dalam situasi yang lain.[7]
d.      Transfer Lateral
Transfer lateral adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat. Transfer lateral dapat terjadi dalam diri seoarang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannnya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh: seorang lulusan STM yang telah menguasai teknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu, ia juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan teknologi mesin-mesin yang lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan yang kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi. Alhasil, transfer lateral itu dapat dikatakan sebagai gejala wajar yang memang sangat diharapkan baik oleh pihak pengajar maupun pihak pelajar. Namun, idealnya hasil belajar siswa tidak hanya dapat digunakan dalam konteks kehidupan yang sama rumitnya dengan belajar, tetapi juga dapat digunakan dalam konteks kehidupan yang lebih kompleks dan penuh persaingan.[8]
3.      Terjadinya Transfer Positif dalam Belajar
Transfer positif, seperti yang telah diuraikan di muka, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia pelajari di sekolah. Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara umum adalah terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas inilah yang dapat didapat dari lingkungan pendidikan untuk digunakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, menurut teori yang dikembangkan Thorndike, seperti yang telah penyusun singgung di muka, transfer positif hanya akan terjadi apabila dua materi pelajaran memiliki kesamaan unsure. Teori kesamaan unsure ini telah memberi pengaruh besar terhadap pola pengembangan kurikulum di Amerika serikat beberapa puluh tahun yang lalu (cross, 1974).
Hal-hal lain seperti kesamaan situasi dan benda-benda yang digunakan untuk belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak dianggap berpengaruh. Untuk memperkuat asumsinya, Thordike memberi contoh, jika anda telah memecahkan masalah geometri (ilmu ukur) yang mengandung sejumlah huruf tertentu sebagai petunjuk, maka… you would not be able to transfer a geometry problem with a different set of letter (Anderson, 1990), anda tak akan dapat mentransfer kemammpuan memecahkan masalah geometri itu untuk memecahkan masalah geometri lainnya yang menggunakan huruf yang berbeda.
Transfer positif hanya akan terjadi pada diri seorang siswa apabila dua wilayah pengetahuanatau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata lain, dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang sama. Contohnya seorang siswa yang pandai dalam seni baca Al-Qur’an (qori) sangat mungkin dia mudah belajar tarik suara (menyanyi), karena dalam dua wilayah ketrampilan itu terdapat kesamaan struktur logika, yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang mudah menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah menjadi pengarang.[9]
4.      Teori-teori Transfer Belajar
Secara umum para ahli berpendapat bahwa transfer dalam belajar itu bisa terjadi, akan tetapi, apa sebenarnya hakekat transfer itu dan bagaimana dalam belajar, mereka berbeda pendirian.
Pendapat mereka secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut:
a. Teori Disiplin formal atau Ilmu Jiwa Daya
Bertititk tolak dari anggapan bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, daya mengingat, daya pikir dan lain-lain, maka mereka beranggapan bahwa transfer hanya bisa terjadi bila daya-daya tersebut dapat diperkuat dan disiplinkan dengan latihan-latihan yang keras dan terus menerus. Setelah daya-daya itu terlatih maka akan mudah terjadi transfer secara otomatis ke bidang-bidang lain.[10]
Misalkan seorang anak yang semenjak kecil melatih diri cara-cara melempar dengan tepat. Mula-mula ia berlatih melempar-lempar dengan batu, kemudian di sekolah ia sering bermain kasti, sehingga terlatih pula melempar dengan bola. Menurut teori daya, anak yang telah terlatih daya melemparnya dengan baik, nantinya jika ia telah dewasa dan menjadi tentara, dapat menjadi pelempar granat yang baik. Contoh lain murid-murid dilatih belajar sejarah. Dengan mempelajarai pelajaran sejarah tidak boleh tidak daya ingatannya sering dipergunakan untuk mengingat-ingat bermacam-macam peristiwa, dan sebagainya. Ingatan anak itu makin terlatih dan makin baik terhadap pelajaran itu. Maka menurut pendapat teori daya, daya ingatan yang telah terlatih baik bagi pelajaran itu dapat digunakan pula (ditransferkan) kepada pekerjaan lain.[11]
b. Teori Elemen Identik atau Ilmu JIwa Asosiasi
William James dan Erward Thorndike tidak sependapat dengan pandangan sekelompk ahli jiwa daya, kedua tokoh ini lalu mengkritik antara lain sebagai berikut:
1.      Daya ingat tidak dapat diperkuat melalui latihan.
2.      Pelajaran bahasa latin misalnya tidak akan menaikkan IQ.
3.      Ilmu-ilmu dalam bidang tertentu (bila ditunjuk dengan istilah Ilmu Jiwa Daya mereka telah terlatih) ternyata lemah dan tidak mampu mengamati dalam bidang-bidang lain, ini berarti transfer secara otomatis tidak terjadi.
Kemudian kelompok asosiasi ini berpendapat bahwa transfer hanya akan terjadai bila dalam situasai yang baru terdapat unsur-unsur yang sama (identical elements) dengan situasi terdahulu yang telah dipelajari, misalnya individu yang telah lihai naik sepeda motor Honda, ia tidak akan mengalami kesulitan bila mengendarai sepeda motor merk Suzuki, karena sepeda motor ini mempunyai banyak unsure yang sama. Maka bila sekolah menghendaki terjadinya trarnsfer, bahan-bahan pelajaran harus dan mempunyai unsure-unsur kesamaan dengan kehidupan masyarakat.[12]



c. Teori Generalisasi
Peletak pandangan ini adalah Charles Judd, ia beranggapan bahwa transfer bisa terjadi bila situasi baru dan situasi lama yang telah dipelajari mempunyai kesamaan prinsip, pola atau struktur, tidak kesamaan unsure-unsur. Seseorang memahami prinsip demokrasi akan mampu mengamalkan dalam situasi yang berbeda, demikian pula prinsip ekonomi, hokum, pendidikan dan lain-lain.
Ketiga teori tersebut sampai sekarang masih menunjukkan kebenaran, kemampuan berpikir logis, sistematis, ternyata cukup membantu di bidang-bidang lain (Ilmu Jiwa Daya). Unsure-unsur yang sama atau pola-pola yang mirip bila dipahami betul orang pun tertolong dalam menghadapi situasi yang sama sekali baru (elemen identik dan generalisasi).[13]
5.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Transfer
a.      Intelegensi
Individu yang lancer dan pandai biasanya segera mampu menganalisa dan melihat hubungan-hubungan logis, ia segera melihat unsure-unsur yang sama serta pola dasar atau kaidah hukum, sehingga sangat mudah terjadi transfer.
b.      Sikap
Meskipun orang mengerti dan memahami sesuatu serta hubungannya dengan yang lain, tetapi pendirian atau kecenderungannya menolak atau sikap negatif, maka transfer tidak akan terjadi, demikian sebaliknya
c.       Materi Pelajaran
Biasanya mata pelajaran yang mempunyai daerah berdekatan misalnya matematika dengan statistic, Ilmu Jiwa Sosial dengan Sosiologi, lebih mudah terjadi transfer.



d.      Sistem Penyampaian Guru
Pendidikan yang senantiasa menunjukkan hubungan antara pelajaran yang sedang dipelajari dengan mata pelajaran lain atau dengan menunjuk ke keehidupan nyata yang dialami anak, biasanya lebih membantu terjadinya transfer.

B.   Motivasi Belajar
1.      Pengertian Motivasi
Motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang disadariuntuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[14]
Menurut Mc Donald memberikan sebuah definisi tentang motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan.[15]
Menurut pengertian di atas mengenai arti dari motivasi, begitu pentingnya motivasi di dalam membimbing belajar murid. Berbagai teknik dilakukan oleh guru untuk memberikas motivasi kepada para murid misalnya kenaikan tingkat, penghargaan, peranan-peranan kehormatan, piagam-piagam prestasi, pujian dan celaan telah di pergunakan untuk mendorong murid-murid agar mau belajar. Adakalanya, guru-guru mempergunakan teknik-teknik tersebut secara tidak tepat. Orang tua atau keluargapun juga telah berusaha memotivasi belajar anak-anak mereka.[16]
2.      Macam-macam Motivasi
a.      Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsic adalah motivasi yang timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri.


b.      Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrensik adalah motivasi yang timbul sebagi akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian murid mau melakukan sesuatu atau belajar.[17]
Bagi murid yang selalu memerhatikan materi pelajaran yang diberiakan, bukanlah masalah bagi guru. Sebab di dalam diri murid tersebut ada motivasi, yaitu motivasi instrinsik. Murid yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memerhatikan pelajaran guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada di sekitarnya kurang dapat memengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi murid yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar.
Adabeberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar murid, diantaranya sebagai berikut:
Ø      Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik
Pada permulaaan mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai tujuan instruksional khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
Ø      Berikan hadiah untuk murid yang berprestasi
Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, murid yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar murid yang berprestasi.
Ø      Saingan atau kompetisi
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara muridnya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.
Ø      Pujian
Sudah sepantasnya murid ang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentinya pujian yang bersifat membangun.
Ø      Hukuman
Hukuman diberikan kepada murid yang berbuat keslahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar murid tersebut mau mengubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.[18]
3.      Prinsip-prinsip Dalam Mendesain Motivasi
Beberapa teori keller tentang motivasi tergambar pada dua dimensi utama, yaitu sebagai berikut:
a.      Interest
Keller membuat limastratgi di dalam memberikan stimulasi dan melatih muris agar tertarik pada pelajaran.
1)      Menggunakan novel, konflik atau kejadian paradoks. Atensi diminculkan ketika mereka berpindah tugas saat status quo.
2)      Menggunakan anekdot dan rencana lain untuk kepentingan pribadi, menggunakan  bagian emosi, selain dari itu hanya menggunakan intelektual atau materi yang procedural.
3)      Memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar lebih banyak tentang segala sesuatu yang telah mereka ketahui, tetapi juga memberikan pengetahuan yang belum dimengerti oleh mereka.
4)      Menggunakan analog untuk bahasa asing yang dikenal dan mengenal bahasa asing.
5)      Membimbing murid dalam proses pertanyan dan inquiry.
b.      Relevansi
Keller mnemukakan bahwa motivasi seseorang akan berkembang ketika individu menerima perintah, yang akan memberikan kepuasan tersendiri, seperti kebutuhan akan prestasi, kekuatan atau afiliasi. Strategi keller untuk meningkatkan motivasi personal: (1) meningkatkan prestasi dengan menambah kesempatan untuk menilai standart prestasi, saat berada pada kondisi di bawah dan saat menghadapi risiko yang berat; (2) membuat perintah yang responsive dengan memberi kesempatan dalam memilih, bertanggung jawab dan kelancaran interpersonal; (3) kepuasan untuk berafiliasi dengan memberikan kepercayaan dan memberikan kesempatan tanpa risiko, interaksi kooperatif.[19]
4.      Teori-teori dalam Motivasi
a.      Teori Hedonisme
Hedone adalah bahasa yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikmatan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakekatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan.
Implikasi dari teori ini adalah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyusahkan, atau yang mengandung risiko berat, dan lebih suka melakukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya. Contohnya siswa di suatu kelas merasa gembira dan bertepuk tangan mendengar pengumuman dari kepala sekolah bahwa guru matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit. Ini menunjukkkan bahwa motivasi itu sangat penting. Menurut teori hedonisme para siswa tersebut harus diberi motivasi agar mau belajar dengan giat.
b.      Teori Naluri
Pada dasarnya manusia itu memiliki tiga dorongan nafsu pokok yang dalam hal ini disebut juga naluri, yaitu:
Ø      Dorongan nafsu mempertahankan diri: mencari makan jika ia lapar, menghindari diri dari bahaya, menjaga diri agar tetap sehat, mencari perlindungan untuk hidup aman dan sebagainya.
Ø      Dorongan nafsu mengembangkan diri: dorongan ingin tahu, melatih dan mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya. Pada manusia dorongan inilah yang menjadikan kebudayaan manusia makin maju dan makin tinggi.
Ø      Dorongan nafsu mempertahankan diri: manusia ataupun hewan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga agar jenisnya atau keturunannya tetap berkembang dan hidup. Dorongan nafsu ini antara terjelma dalam adanya perjodohan dan perkawinan serta dorongan untuk memelihara dan mendidik anak-anak.[20]
c.       Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-pola tingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup. Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudayaan di tempat ia hidup dan dibesarkan. Oleh karena itu, teori ini disebut teori lingkungan budaya. Menurut teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memotivasi anak buah didiknya, pemimpin ataupun pendidik itu hendaknya benar-benar latar belakang kehidupannya dan kebudayaannya orang-orang yang dipimpinnya.[21]
d.      Teori Daya Pendorong
Teori ini merupakan perpaduan antara “teori naluri” dengan “teori reaksi yang dipelajari”. Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya satu dorongan kekuatan yang luas terhadap satu arah yang umum. Misalnya, suatu daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Semua orang dalam semua kebudayaan mempunyai daya pendorong  jenis kelamin yang lain. Namun, cara-cara yang digunakan dalam mengajar kepuasan terhadap daya pendorong tersebut berlain-lainan bagi tiap individu menurut latar belakang kebudayaan masing-masing. Oleh karena itu, menurut teori ini, bila seorang pemimpin ataupun pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia harus mendasarkannya atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan reaksi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya. Memotivasi anak didik yang sejak kecil dibesarkan di daerah gunumg kidul misalnya, kemungkinan besar akan berbeda debgan cara memberikan motivasi kepada anak yang dibesarkan di kotaMedan meskipun masalah yang dihadapi sama.[22]

5.      Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga seorang manajer, tujuan motivasi ialah untuk menggerakkan pegawai atau bawahan dalam usaha meningkatkan prestasi kerjanya sehingga tercapai tujuan organisasi yang dipimpinnya. Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya pada dirisendiri, di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas.[23]
6.      Saran bagi Pengembangan Motivasi dalam Pendidikan
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak ddik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat asosial dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima  masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat kita lakukan. Kita dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi, baik dalam lingkungan keluarga maupun sekolah, yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetisi yang sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan jalan menimbulkan perasan puas terhadap kecil atau sedikitnya hasil yang dicapai itu. Membiasakan anak didik mendiskusikan suatu pendapat atau cita-cita mereka masing-masing dapat pula memperkuat motivasi yang baik pada diri mereka. Tunjukkan kepada mereka dengan contoh-contoh kongret sehari-hari dalam masyarakat bahwa dapat tercapai atau tidaknya suatu maksud atau tujuan sangat bergantung pada motivasi apa yang mendorongnya untuk mencapai maksud atau tujuan itu.
Pada umumnya motivasi intrinsic lebih kuat dan lebih baik daripada motivasi ekstrinsik oleh karena itu, bangunkanlah motivasi instrinsik pada anak-anak didik kita. Jangan hendaknya anak mau belajar dan bekerja hanya karena takut dimarahi, dihukum, mendapat angka merah, atau takut tidak lulus dalam ujian.[24]



















BAB III
Kesimpulan

1.      Transfer Belajar
a.      Pengertian Transfer Belajar
Menurut L. D. CR-row and A. Crow:
“ The carry-over of thingking, feeling, or working, of knowledge of skills, from one learning area to another usually is referred to as the transfer of training.”
(Pemindahan-pemindahan kebiasaan berpikir, perasaan atau pekerjaan, ilmu pengetahuan atau keterampilan, dari suatu keadaan belajar ke keadaan belajar yang lain biasanya disebut transfer latihan/belajar).
b.      Macam-macam transfer belajar
1)      Transfer Positif
Transfer positif adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya.
2)      Transfer Negatif
Transfer negative adalah transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya.
3)      Transfer Lateral
Transfer lateral adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan yang sederajat.
c.       Terjadinya transfer positif dalam belajar
Transfer positif, seperti yang telah diuraikan di muka, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-hari yang akan ditempati siswa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah ia pelajari di sekolah.
d.      Teori-teori dalam transfer belajar
1)      Teori disiplin formal atau ilmu jiwa.
2)      Teori elemen identik atau ilmu jiwa asosiasi.
3)      Teori Generalisasi.
e.      Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya transfer
1)      Intelegensi.
2)      Sikap.
3)      Materi pelajaran.
4)       Sistem penyampaian guru.

2.      Motivasi Belajar
a.      Pengertian motivasi
Menurut Mc Donald memberikan sebuah definisi tentang motivasi sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri atau pribadi seseorang yang di tandai oleh dorongan efektif dan reaksi-reaksi dalam usaha mencapai tujuan.
b.      Macam-macam motivasi belajar.
            1) Motivasi Instrinsik.
            2) Motivasi Ektrinsik.
c.       Prinsip-prinsip dalam mendesain motivasi
            1) Interes.
            2) Relevansi.
d.      Teori-teori dalam motivasi
1) Teori Hedonisme.
2) Teori Naluri.
3) Teori Reaksi yang dipelajari.
4) Teori Daya Pendorong.
e.      Tujuan motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu.
f.        Saran bagi pengembangan motivasi dalam pendidikan
Untuk mengembangkan motivasi yang baik pada anak-anak ddik kita, di samping kita harus menjauhkan saran-saran atau sugesti yang negatif yang dilarang oleh agama atau yang bersifat asosial dan dursila, yang lebih penting lagi adalah membina pribadi anak didik agar dalam diri anak-anak terbentuk adanya motif-motif yang mulia, luhur, dan dapat diterima  masyarakat. Untuk itu, berbagai usaha dapat kita lakukan. Kita dapat mengatur dan menyediakan situasi-situasi, baik dalam lingkungan keluarga maupun sekolah, yang memungkinkan timbulnya persaingan atau kompetisi yang sehat antar anak didik kita, membangkitkan self-competition dengan jalan menimbulkan perasan puas terhadap kecil atau sedikitnya hasil yang dicapai itu.



Daftar Pustaka

Mustaqim, psikologi pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001.
Purwanto, Ngalim, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) 1998.
Rivai, Veithzal dan Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta: Rajawali Pers), 2009.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2008.
Sumanto, Wasty, Psikologi Pendidikan, (Malang: PT. Rineki Cipta), 1990.



[1] Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 64.
[2] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 167.
[3] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 168.
4 Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 65.
[5] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal,168.
[6] Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 65.
[7] Muhibbin syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2008, hal, 169.
[8] Ibid, hal 169.
[9] Ibid, hal, 169-171.
[10]Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 65-66.

[11] Ngalim purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 109.
[12]Mustaqim, psikologi pendidikan, (semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,) 2001, hal, 66-67.
[13] Ibid, hal 67.
[14] Ngalim purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 71.
[15] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Malang: PT. Rineki Cipta), 1990, hal 191.
[16] Ibid, hal 188.
[17]Veithzal Rivai, Sylviana Murni, Education Management, (Jakarta: Rajawali Pers), 2009, hal 732.
[18] Ibid, hal 733.
[19] Ibid, hal 738.
[20]Ngalim purwanto, psikologi pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) 1998, hal 33.
[21] Ibid, hal 76.
[22] Ibid, hal 77.
[23] Ibid, hal 73.
[24] Ibid, hal 80-82.